Rabu, 23 Juni 2010

Kerak Telor, Jajanan Sekali Setahun

JAKARTA - Langit Jakarta malam tadi sangat cerah. Tak seperti beberapa hari lalu, hujan sama sekali tak mengguyur Ibukota. Suasana yang pas untuk berkeliling di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Di luar arena pasar malam tahunan itu, ramai berjejer puluhan pedagang. Mulai dari minuman ringan dan aneka jajanan khas PRJ. Di deretan pedagang, tampak seorang lelaki paruh baya menawarkan jajanan khas PRJ, kerak telor.

Marjono (58), sudah berjualan kerak telor sejak 1992. Dulu, Marjono juga menjual kerak telor saat PRJ masih digelar di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

"Tiap hari saya bisa pindah-pindah tempat, tetapi tidak jauh dari pintu masuk," ujarnya, Senin (21/6/2010) malam.

Namun Margono hanya berjualan kerak telor saat PRJ digelar. Karena jika dijual sehari-hari, peminatnya sangat minim. "Kalau hari biasa, saya berjualan nasi goreng dan bakso," akunya.

Pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat ini, mahir membuat kerak telor karena diajarkan langsung oleh tetangganya yang masih keturunan etnis Betawi. "Jarang sekali yang berjualan kerak telor itu orang Betawi asli, saya belajar membuat kerak telor dari tetangga saya dan kebetulan dia orang Betawi asli," tambahnya.

Marjono mulai berjualan sekira pukul 17.00 WIB hingga 23.00 WIB. Namun saat akhir pekan, dia berjualan hingga tengah malam. "Kalau malam Minggu kan banyak pengunjungnya, jadi saya jualan sampai malam," ujarnya.

Kerak telor seharga Rp12.000 per porsi dijualnya tiap malam. Kadang, keuntungannya bisa mencapai dua kali lipat dari penghasilannya sebagai penjual nasi goreng dan bakso.

"Saya tidak tahu faktor apa yang membuat sepi? Waktu pembukaan saja sedikit yang datang, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya," keluh Marjono.

Meski keadaan Jakarta semakin hari semakin berubah, Marjono berharap agar kerak telor bisa bertahan sebagai salah satu makanan khas Betawi. "Tidak mungkin juga punah, karena saya nilai makanan ini unik dan khas sekali Jakarta-nya," tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar