Senin, 20 Juli 2009

dia, dia dan dia lagi

Hari itu, hari yang menurut saya biasa saja karena saya sering berkelana kemana saja, saya senang berada dimana pun saya suka. Diwaktu yang sudah disepakati sebelumnya saya dan teman saya itu mengadakan jalan bersama dengannya. Saya dan dia tidak ada hubungan yang special juga pastinya, kita berada di suatu mall yang ada di Jakarta utara, padahal hari itu adalah hari dimana orang Jakarta sedang siaga 1 masalah BOOM yang terjadi di daerah Jakarta. Entah mengapa saya bersepakat untuk pergi bersamanya, padahal dalam hati saya sudah was-was sekali. Alhamdulilah saya dan teman saya itu masih dilindungi oleh allah swt. Amin.. kita menonton suatu film yang sedang booming di kalangan rejama bulan ini, pasti siapapun sudah mengatahui nya, tanpa harus saya sebutkan lagi film tersebut. Selama kita memburu film tersebut saya merasa enjoy sekali dengan keadaan seperti itu, kita bercanda tawa bersama, layaknya seorang teman sedang berkumpul bersama. Kita berdua mencari makanan sebelum film tersebut dimulai. Beberapa menit untuk memakan makanan yang saya pesan dan kita langsung bergegas untuk mendatangi bioskop karena beberapa menit lagi film tersebut akan mulai. Entah mengapa film yang saya akan tonton bukan film yang saya tunggu-tunggu dan saya sukai, jadi karena rasa keingin tahuan saya begitu besar dan mendalam, akhirnya saya tonton juga lah film tersebut, hehehehe… setelah film tersebut mulai, perasaan saya dalam kedaan itu biasa saja, ya.. layaknya nonton biasa saja.. saat-saat pertengahan film itu entah mengapa ada yang aneh dengan teman disebalah saya itu, dia sibuk dengan handphone yang dipegangnya, seperti sedang menulis sebuah pesan singkat, dan beberapa detik setelah dia menulis pesan itu di handphone nya, lalu dia menyodorkan handphone tersebut ke arah tangan saya, dan saya disuruh membaca pesan singkat tersebut. Saat saya membacanya. Wooooowww… iam shocking soda mengetahui apa isi pesan singkat tersebut… saya sempat berfikir sejenak memahami isi pesan tersebut, apa ya… klo diartikan seperti mengharapkan suatu kepastian kepada saya, saya pun menjadi kaku dengannya ketika mengetahui hal tersebut. Saya sudah nyaman dengan keadaan saya sekarang, yang ingin berkelana kemanapun saya inginkan, masih ingin sendiri dan masih ingin bersama teman-teman saya dulu, trauma akan pacaran terakhir saya, saya masih perlu waktu untuk menenangkan diri dulu setelah apa yang terjadi saat pacaran dahulu. Dengan sangat tegasnya saya langsung menyatakan bahwa saya belum bisa memberi cinta saya kepada siapapun. Terlintas pikiran Saya sangat kecewa dengan perginya saya dengannya itu, saya sudah mengangap bahwa dia sudah baik dengan saya dan mengerti saya tapi mengapa saya hal itu dimanfaatkan olehnya. Saya binggung sekali harus seperti apa berbicara dengannya nanti karena dia sudah mengharapkan jawaban yang berbeda keluar dari mulut saya. Dengan kekuatan keyakinan saya akan akhirnya bilang kepadanya bahwa saya bukan yang terbaik untuknya karena saya tidak bisa berdampingan dengannya sekarang, nanti dan selamanya. Pikiran dan refleksitas itu begitu keluar dari mulut saya. Saya yakin bahwa jika kita berteman saja kita bisa menjadi partner yang hebat suatu saat nanti. Tapi idealisme dia dan saya berbeda untuk hal itu. Dia sangat mendambakan kasih sayang seorang wanita disampingnya dan itu bukan saya. Sesudahnya pulang menonton film tersebut kami langsung pergi keparkiran untuk pulang. Ditengah jalan terpikirkan untuk membeli sesuatu dahulu sebelum sesampainya dirumah, dan sesuatu itu adalah benda kebutuhan saya selama sebulan. Akhirnya kita bersepakat untuk bersinggah untuk mampir ke supermarket suatu mall terdekat. Setelah selesai berbelanja banda itu kami pun langsung pulang. Dijalan hampir sampai rumah saya, dia masih menanyakan hal yang disampaikan di bioskop tadi dan saya hanya terdiam untuk tidak menjawab apapun, karena saya takut menyinggung perasaan dia. Sesampainya dirumah saya, dia masih tetap menanyakan jawaban kepastian saya, saya dengan tegas menyampaikan kalau saya tidak bisa menjalin hubungan dengan taraf serius kepada siapaun untuk sekarang ini. Walaupun dengan sikap yang keras saya menyebutkannya saya tetap mengahargai dia. Sesampainya dia dirumah, dia masih tetap menanyakan hal itu lewat telpone. Saya sempat kesal karena dia terus memaksa untuk saya mengatakan “ia”. Pada akhir telepon nya sayamemberikan dia nasihat yang mungkin tidak didengarkan olehnya, tapi untuk kesekian kali saya ingin katakana bahwa saya ingin mencari jiwa saya yang sudah hilang, dan membangunya sedikit demi sedikit, karena rasa itu yang membuat saya kuat dalam masalah apapun.
“Teruntuknya saya ingin menyampaikan rasa penyesalan karena sudah berbicara kasar kepada nya. Saya akan tetap menghormati dia seperti layaknya untuk dihormati. Saya tidak akan berubah karena hanya hal seperti ini. Ini adalah pengalaman dari hidup saya, pasti saya akan resapi maknanya….”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar